REFLEKSI KULIAH TERAKHIR FILSAFAT
Tanpa
terasa, satu semester sudah kami belajar filsafat bersama Prof. Marsigit.
Selama satu semester ini, kami berusaha memahami apa itu filsafat dengan
elegi-elegi yang diberikan pada powermathematic dan semampu kami untuk
memberikan komentar. Pada
awalnya, mendengar kata filsafat begitu terasa memusingkan atau hal-hal yang
aneh-aneh namun setelah menyelami lebih dalam, sebuah pengertian mulai
terbentuk bahwa filsafat akan memperkuat spiritualitas kita jika kita
menggunakan spiritualitas sebagai payung dalam berfilsafat. Setinggi-tingginya seseorang dalam
berfilsafat, tidak boleh melebihi spiritual. Setinggi-tingginya seseorang dalam
berolah pikir, tidak boleh melebihi keyakinan.
Filsafat
adalah olah pikir yang refleksif. Filsafat
itu seperti kromosom pada genetika, yaitu mempunyai struktur, yang mana
struktur tersebut sama dimanapun. Filsafat makro pada dunia mempunyai struktur
yang sama dengan filsafat negara, kaum industrial trainer, kaum old humanis,
serta sama dengan filsafatku. Yang berbeda hanya content dan metodenya. Struktur tersebut
adalah ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi adalah hakekat.
Epistimologi adalah metode. Sedangkan aksiologi adalah nilai atau norma yang
berlaku dalam kehidupan manusia. Namun, sejatinya epistimologi tidak hanya
metode, tetapi juga sumber pengetahuan, kebenaran ilmiah, pengembangan ilmu.
Ontologi dan epistimologi tidak dapat saling dipisahkan. Ketika kita mengatakan
hakekat maka itu ontologi. Hakekat tidak akan pernah bisa kita temukan kalau
tidak dipikirkan. Memikirkan/mempelajari hakekat merupakan epistimologi.
Hakekat merupakan ontologi, namun apa itu hakikat merupakan epistimologi.
Epistimologi merupakan teori berpikir. Ketiga struktur tersebut sangat penting
dan merupakan satu kesatuan. Semua yang kita pelajari(apa yang ditulis,
dibicarakan) adalah epistimologi sehingga ada yang menyebut epistimologi dengan
filsafat ilmu. Filsafat ilmu adalah filsafat itu sendiri.
Berfilsafat
itu berpikir yang reflektif yang mencakup olah pikir kita dan pengalaman kita,
hanya bertanya saja sudah melakukan filsafat. Ada berpikir yang tidak memakai
pengalaman dan juga pengalaman yang tidak memakai berpikir. Sebagian besar
manusia tidak memikirkan pengalamannya dan tugas filsafat adalah memikirkan
pengalaman-pengalaman tersebut. Tata cara berfilsafat itu kontekstual. Berbeda
antar suatu bangsa dengan bangsa yang lain. Semua yang makro itu relevan.
Sebagai contoh, bapaknya perubahan itu Heraclitos. Diriku berubah pengetahuannya,
pikirannya, dan sebagainya. Bapaknya yang tetap adalah Permenides. Diriku
adalah tetap makhluk ciptaan Tuhan. Tetap dan berubah merupakan suatu
kontradiksi namun berdasarkan contoh tersebut, pernyataan tersebut benar. Yang
perlu kita pikirkan adalah objeknya (menjawab pertanyaan “apanya?”). Untuk
melihat mikronya, kita hanya perlu melihat pada diri kita sendiri. Dunia itu
persis seperti apa yang kita pikirkan.
Dalam
belajar filsafat, terdapat beberapa asumsi yang harus disepakati. Asumsi yang
pertama adalah bahwa kami(pembelajar) telah dewasa. Menurut saya, asumsi dewasa
ini ada karena di filsafat kita membicarakan sesuatu dengan berbagai sudut
pandang yang didalamnya sering atau malah selalu terjadi kontradiksi sehingga
jika yang mempelajari filsafat belumlah dewasa maka boleh jadi atau malah pasti
orang itu akan menjadi tersesat. Hatinya menjadi bingung, galau dan jauh dari
Tuhan. Prof. Marsigit pernah memberi contoh jika filsafat di berikan pada anak
smp, mungkin akan kacau, seperti semua pintu sama. Dari kuliah yang yang diberikan
saya simpulkan bahwa dewasa berarti bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. seperti yang diungkapkan oleh
Bapak Marsigit, baik dan benar itu sangat relatif dan kontekstual, bisa di
awal, tengah, dan akhir. Setiap yang ada dan mungkin ada memiliki ukuran
kebenaran masing-masing. Maka cara yang baik adalah dengan menaati norma-norma. Asumsi yang kedua adalah bahwa kami
sedang melaju cepat, seperti kereta yang berjalan dengan cepatnya namun
kemudian diminta untuk berhenti sejenak untuk berfilsafat. Oleh karena itu,
kami memerlukan sedikit penyesuaian serta perlu memahami arti sebenarnya dari
filsafat. Asumsi yang ketiga adalah filsafat itu hidup. Hidup itu adalah ada
pikiran, kenyataan, ada daya, ada upaya. Hidup ini adalah proses yang
sebenarnya proses itu hasil. Hidup adalah jarak antara takdir dan ikhtiar yang
mana ikhtiar itu sendiri adalah takdir. Asumsi yang keempat adalah sifat hidup
sehat. Sehat berarti jujur, tidak munafik. Hidup sehat akan terjadi jika kita
selalu menyeimbangkan diri kita. Hidup sehat itu jikalau kita terhindar dari
jebakan filsafat. Bukan berpura-pura sadar, berpura-pura ikhlas, berpura-pura
memahami namun sebenarnya tidak memahami. Maka
berfilsafat haruslah santun yang berarti sadar dan mengerti. Bersikap sesuai
dengan pengetahuannya itu.
Obyek
dari filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Sehingga, objek dari
filsafat pendidikan matematika adalah segala yang ada dan yang mungkin ada
dalam pendidikan matematika. Seperti yang telah diungkapkan oleh Prof.
Marsigit, “ada” dicirikan jika sesuatu itu nyata. Sesuatu itu nyata jika dapat ditunjukkan sifat-sifatnya.
“ada” bisa berada di dalam pikiran maupun di luar pikiran. Objek yang ada adalah segala sesuatu
atau hal yang bisa dilihat, bisa didengar dan dapat dipikirkan. Selain itu, hal
yang ada adalah sesuatu yang sudah diketahui. Mungkin ada dapat diartikan sebagai sesuatu yang mempunyai
potensi untuk ada namun belum muncul sebagai suatu kenyataan. Yang mungkin ada
terdapat dalam pikiran. Sejatinya, hidup ini setiap saat adalah mengubah dari
yang mungkin menjadi ada, dari yang kecil menjadi besar, sadar atau pun tidak
sadar.
Tujuan
filsafat adalah supaya kita mampu memikirkan hal-hal di sekitar kita dengan
berbagai sudut pandang . Sedangkan manfaat belajar filsafat adalah sama dengan
manfaat berpikir. Filsafat bersumber dari keragu-raguan. Namun keragu-raguan
tersebut sebaiknya tidak kita tujukan kepada spiritualitas kita. Ketika
berfilsafat kemudian merasa bingung, ingatlah Allah dengan beristighfar,
berwudhu, dan sholat. Manusia harus terus meminta pertolongan kepada Tuhan.
Metode
berfilsafat adalah dengan terjemah dan menterjemahkan (hermeunitika). Hermeunitika digunakan dalam kehidupan
sehari-hari karena hermeunitika adalah komunikasi yang lurus dan berimbang.
Lurus berarti tidak akan melakukan hal yang sama karena menembus ruang dan
waktu. Hal ini membutuhkan kesadaran. Setiap manusia memiliki kesadaran yang
berbeda karena tergantung ruang dan waktunya. Terjemah
dan menerjemahkan dalam filsafat artinya berinteraksi yang refleksif. Setiap
hal yang ada di dunia ini saling berinteraksi satu sama lainnya. Manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, material, lingkungan, bahkan batu pun saling
berinteraksi dengan lingkungan. Ketika kita berfilsafat, tidak jarang pendapat kita berbeda
dengan pendapat orang lain. Jikalau memang terjadi demikian,
perbedaan tersebut dapat didialogkan, yang
dalam filsafat disebut sebagai dialektika. Dalam filsafat, terdapat tesis, anti
tesis, dan sintesis. Tesis adalah yang ada dan yang mungkin
ada. Ambil satu tesis, misal Z, maka antitesisnya adalah selain Z. Ketika tesis dan antitesis bertemu di dunia nyata maka akan
muncul sintesis. Sintesis
adalah hasil
akhir dari percobaan untuk menggabungkan antara thesis dan antithesis. Sintesis kemudian bisa menjadi Thesis
dan kemudian menemukan Antithesisnya dan melahirkan Sintesis baru.
Demikian seterusnya. Dalam pandangan saya, dialektika yang dimaksud tidak hanya dapat
terjadi antara satu orang dengan orang yang lain, namun juga dapat terjadi
dalam pikiran kita sendiri. Dalam pikiran seorang manusia kadang atau malah
sering terdapat pendapat yang saling berkontradiksi, untuk mengatasi hal
tersebut, kita pikiran kita harus berdialog, memerinci pendapat-pendapat yang terdapat
dalam pikiran kita, yang kemudian mengambil keputusan mengenai mana pemikiran
yang lebih baik. Dalam mengambil keputusan tersebut, kita harus memperhatikan
fakta-fakta yang ada serta memperhatikan akibat dari pemikiran kita tersebut.
Filsafat
merupakan dua sisi mata uang yang saling berlawanan. Di dalam filsafat terdapat
hukup identitas maupun kontradiksi. Kontradiksi merupakan kebalikan dari hukum
identitas. Contoh hukum identitas adalah satu sama dengan satu. Sedangkan
contoh hukum kontradiksi adalah satu tidak sama dengan satu karena satu yang
pertama kita ucapkan si awal sedangkan satu yang berikutnya kita ucapkan di
akhir. Identitas terjadi karena kita tidak memperhatikan ruang dan waktu,
sedangkan kontradiksi terjadi karena kita memperhatikan ruang dan waktu. Ketika mempelajari filsafat,
kita harus selalu memikirkan dua sisi tersebut, identitas dan kontradiksi, baik
dan buruk, siang dan malam, tetap dan berubah, sepi dan ramai, dan sebagainya.
Dengan melihat dari dua sisi tersebut, maka kita sudah berusaha menjadi orang
yang bijak.
Setiap
manusia mengalami perubahan. Melakukan perubahan sama artinya dengan menembus
ruang dan waktu. Terdapat tiga hal pokok yang dapat menjadi bekal supaya orang
dapat menembus ruang dan waktu, yaitu:
1. Paham ruang dan waktu
2. Memahami tentang adanya filsafat
fenomenologis
3. Memahami filsafat foundasionalisme dan antifoundasionalisme
Berikut ini adalah
penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga hal pokok tersebut:
1. Ruang itu terdiri atas wadah dan isi.
Segala hal yang ada dan mungkin ada (objek pikiran) pasti memiliki wadah dan
isinya masing-masing. Ruang berdimensi, secara umum ada ruang berdimensi 1,2,3,4, dst.
Namun terdapat ruang-ruang yang lain baik secara vertikal maupun
horisontal. Salah satu
ruang adalah ruangnya
berfilsafatnya versi kaum spiritualis, mulai dari materialisme, formalisme,
formatif, dan spiritual. Setiap saat tiadalah orang yang menembus ruang.
Sekaligus kita adalah material, formal, normatif, dan spiritual, sekaligus kita
adalah ruang berdimensi tak berhingga. Spiritual ada yang tingkat nol sampai
yang tingkat teritinggi. Serendah-rendahnya spiritual manusia adalah kalau dia
tidak percaya terhadap adanya Tuhan. Normatif itu ilmu. Materialnya orang
sholat itu sujud, normatifnya berdoa, namun sujud itu juga normatif dan
spiritual. Untuk bisa mengetahui ruang, ternyata
kita harus mengetahui waktu. Maka cara untuk mengetahui ruang adalah dengan
menggunakan waktu. Terdapat tiga macam waktu, yakni waktu yang berurutan, waktu
yang berkelanjutan dan waktu yang berkesatuan yang artinya waktu itu tidak
dapat dipisah-pisahkan.
2. Memahami adanya filsafat
fenomenologis. Isi pokok dari fenomenologi adalah abstraksi dan idealism.
Abstraksi, memilih, memilih mana yang dilihat, memilih apa yang dipikirkan,
memilih apa yang dibicarakan. Abstraksi atau bisa disebut juga dengan reduksi.
Salah satu contohh abstraksi adalah kita tidak bisa dilahirkan di mana-mana.
Dari bermilyar-milyar ibu, memilih satu itu merupakan reduksi yang hebat. Sehinga Husser harus membuat
rumah besar yang dipakai untuk menampung yang tidak kita pikirkan yang disebut
sebagai rumah epoke. Rumah epoke selalu kita gunakan, baik dalam spiritual
maupun dalam matematika, sebagai contoh saat belajar segitiga, kita tidak memikirkan
warna, bahan, harga, dan aromanya. Yang dipikirkan hanyalah bentuk dan
ukurannya. Ilmu, materialnya adalah ilmu, formalnya adalah ilmu pengetahuan,
normatifnya adalah logos atau fisafat spiritualnya adalah ciptaan-ciptaan
tuhan.
3. The foundation dan antifoundation.
Sebenar benar anti foundation adalah intuisi. Setiap orang beragama
pasti adalah kaum foundasionalisme karena menetapkan Tuhan adalah causa prima
sebab dari segala sebab. Jika kita tahu kapan kita memulai maka kita termasuk
kaum foundasionalism. Tapi lebih banyak lagi dunia ini separuhnya tidak tahu
kapan dimulainya itu lah yang disebut antifoundasionalism. Maka hakekat manusia
adalah foundasionalism dan antifoundasionalism, intuisi. Manusia bahkan tidak
tahu sejak kapan ia dapat membedakan besar dan kecil. Itulah yang disebut
dengan intuisi. Mengerti besar dan kecil itu tidak perlu definisi, jadi intuisi
tidak memerlukan definisi.
Seperti
objeknya, pada dasarnya terdapat dua persoalan filsafat, yaitu apa yang ada di
dalam pikiranmu dan apa yang tidak ada dalam pikiranmu. Apa yang ada di dalam
pikiranmu harus dapat engkau jelaskan kepada oran glain. Sedangkan untuk
sesuatu yang berada di luar pikiranmu, masalahnya adalah bagaimana engkau dapat
mengetahuinya. Manusia hanya berusaha menjelaskan. Manusia tidak mungkin mampu
menjelaskan apa yang ada dan yang mungkin ada dengan jelas karena si Maha
menjelaskan adalah ALLAH. Persoalan filsafat dialami orang sejak dahulu hingga
sekarang yaitu apa yang pantas dipikrkan, tidak pantas dipikirkan itu apa, kalu
kita bisa berpikir sejauh mana kita dapat memikirkannya, selanjutnya bagaimana
cara berpikir, metode-metodenya. Hal itu merupakan persoalan sejak awal adanya
manusia karena setiap manusia mempunyai pikiran. Yang berbeda hanyalah
tingkatannya. Atau dimensi kualitas dan ektensivitasnya.
Mitos
adalah melakukan pekerjaan di mana kita tidak mengerti maknanya. Pada saat
jaman Yunani orang mempunyai mitos, sekarang pun kita punya. Salah satu contoh
mitos Yunani adalah pelangi sebagai jembatan para dewa. Sedangkan contoh mitos
jaman sekarang adalah adanya Nyai Roro Kidul. Karena merupakan mitos maka
orang-orang tidak berani untuk memikirkannya, berat bagi orang-orang untuk
memikirkannya. Mitos bagi seseorang belum tentu mitos bagi orang yang lain. Kita
pun bisa membuat mitos untuk orang lain. Kalau kita melaksanakannya tanpa tahu
maksudnya maka itu merupakan mitos.
Dengan mempelajari
filsafat, saya menjadi tahu bahwa anak-anak tidak belajar melalui pemahaman
terlebih dahulu namun melakukan apa-apa yang tidak dimengertinya, itu disebut
sebagai mitos. Anak-anak sejatinya
belajarnya melalui intuisi melalui intuisi seperti panjang pendek, lama
sebentar. Kalau dilihat dari produknya itu mitos tapi kalau dilihat dari prosesnya
itu intuisi. Intuisi diperoleh dari interaksi dengan lingkungan, komunikasi,
dsb. Seandainya, guru yang mengajarkan matematika dengan hafalan berarti guru
tersebut menggunakan pendekatan mitos. Matematika di sekolah gagal karena siswa
telah dirampas intuisinya. Contoh ketika ditanya apakah itu dua jawabannnya
adalah 1+1, 2x1, 3-1, dsb. Padahal secara intusi manusia punya dua telinga, dua
tangan, dua mata. Karena definisi kita kehilangan intuisi. Bahkan kasih sayang
dan doa butuh intuisi. Besar, kecil, panjang, pendek, lebar, sempit, merupakan
intuisi ruang. Lama dan sebentar merupakan intuisi waktu. Oleh karena itu,
dalam membelajarkan matematika di sekolah khusunya sekolah dasar dan SMP, guru
harus mempertimbangkan intuisi siswa agar intuisi siswa tidak terampas. Jika
intuisi siswa terampas, yang akan terjadi adalah kekacauan pada masa mendatang.
Implikasi dari intusi ini adalah bahwa sebaiknya kita memandang pendidikan
matematika di sekolah bukan sebagai ilmu namun sebagai kegiatan, sehingga
matematika merupakan kegiatan. Kegiatan mencari pola, kegiatan
menyelesaikan masalah, kegiatan investigasi, dan kegiatan berkomunikasi. Hal
ini agar intuisi semakin berkembang. Dalam prakteknya, guru harus dapat menjadi fasilitator yang baik
bagi siswa. seperti yang kita ketahui, terdapat dua cara untuk mengenal sesuatu
yaitu a priori dan posteriori. A priori berarti mengenal
dengan perantara orang lain sedangkan posteriori berarti mengenal dengan melihat dan
bertemu secara langsung. Jadi menurut saya, sebagai fasilitator yang baik
sebisa mungkin guru mengenalkan ilmu pengetahuan secara apriori maupun posteriori misalnya dengan menggunakan pendekatan
matematika realistik (pada pembelajaran matematika) khususnya bagi siswa
tingkat rendah. Siswa bukanlah objek yang hanya dapat menunggu transfer
pengetahuan dari guru. Guru harus dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang dapat
menumbuhkan kembali intuisi siswa dalam belajar matematika serta materi yang dipelajari adalah matematika sekolah, bukan matematika formal. Guru dapat menerapkan berbagai macam metode pembelajaran yang
bertujuan untuk mengonstruksi pemahaman siswa, sehingga siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuannya. Sebagai contoh dalam kehidupan yang menonjolkan intuisi
adalah mbah marijan.
Dalam budaya jawa, terdapat beberapa
orang yang perlu diruwat supaya sadar terhadap dirinya sendiri. Orang-orang
yang perlu diruwat itu misalnya adalah orang yang sering mengalami kecelakaan,
orang yang sering sakit, anak semawat wayang, dsb. Dengan mempelajari filsafat,
saya menjadi tahu bahwa ruwatan jaman sekarang adalah dengan mempelajari
filsafat supaya dapat mengetahui diri kita sendiri. Dengan belajar filsafat
kita akan memikirkan apa yang kita pikirkan. Memikirkan apa yang ada dan yang
mungkin ada sehingga kita akan sadar terhadap diri kita sendiri.
Seperti
yang Prof. Marsigit ungkapkan, salah satu bahayanya orang berfilsafat adalah
tidak komprehensif, parsial, atau sepenggal-sepenggal. Dalam belajar filsafat
kita harus selalu memikirkan kontradiksinya. Sebagai contoh ketika kita
mengatakan matematika itu adalah agama. Jika hanya membaca sampai kalimat
tersebut maka akan terjadi kebingungan maka kita harus meneruskan pembelajaran
kita. Sejatinya, matematika dianggap agama terjadi pada masa Phytagoras karena
pada masa itu belum ada agama. Dengan adanya bahaya tersebut maka sebisa
mungkin kita mempelajari filsafat secara menyeluruh. Menyeluruh tidak berarti
semua, karena ilmu itu tidak terbatas dan yang dapat menguasai seluruh ilmu
hanyalah Allah SWT.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Dalam perjalanan sejarah sejak 1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami banyak perubahan, yaitu Rentjana Pelajaran 1947, Rentjana
Pelajaran Terurai 1952, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum
1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Suplemen Kurikulum 1994, Kurikulum
Berbasis Kompetensi 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seolah belum puas dengan pergantian
kurikulum tersebut, pemerintah berencana untuk menerapkan sebuah kurikulum baru
yaitu Kurikulum 2013. Pendekatan yang digunakan kurikulum 2013 adalah
sains
Semua kurikulum tersebut pasti memiliki kelemahan (sisi
hitam) dan keunggulan (sisi putih), begitupun dengan Kurikulum 2013. Berikut
ini adalah sisi hitam dan sisi putih Kurikulum 2013.
Sisi
Hitam Kurikulum 2013:
Penerapan Kurikulum 2013 terlalu terburu-buru dan
dipaksakan. Suatu hal yang terburu-buru dan dipaksakan akan berdampak buruk
serta tidak akan pernah mencapai hasil yang maksimal.
- Munculnya Kemultitafsiran
Pelatihan guru yang menggunakan metode master
teacher (instruktur nasional, guru inti, dan guru nasional)
dikhawatirkan akan memunculkan kemultitafsiran materi kurikulum 2013, karena
pemahaman setiap instruktur dan guru inti tentu berbeda. Lain halnya jika
pelatihan tersebut langsung diberikan oleh pemerintah kepada guru kelas dan
guru mata pelajaran.
- Menghilangkan mata pelajaran
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)
Kebijakan menghapus TIK dari struktur kurikulum
merupakan kebijakan yang kurang tepat. Di era globalisasi ini, para pelajar
justru harus menguasai TIK. Dampak dari dihapusnya mapel TIK adalah siswa
menjadi gaptek (gagap teknologi) dan tidak akan bisa membuat grafik, power
point, dan pengolahan data menggunakan microsoft excel. Seperti yang kita
ketahui bersama, ketiga hal tersebut sangat penting dalam dunia kerja.
- Menyebabkan kelebihan dan
kekurangan guru
Pengurangan jam mata pelajaran atau penghapusan mata
pelajaran akan menyebabkan kelebihan guru, contohnya pelajaran Bahasa Inggris
di SMA dikurangi jamnya dari 180 menit menjadi hanya 90 menit. Hal ini akan
menyebabkan kelebihan guru bahasa Inggris di SMA. Sementara itu, pelajaran
olahraga ditambah menjadi tiga jam pelajaran. Hal ini akan menyebabkan
kekurangan guru.
Sisi
Putih Kurikulum 2013:
- Memperkuat Multikulturalisme
- Memperkuat religiusitas dan
budi pekerti
Mata pelajaran agama mengalami penambahan materi.
Untuk substansi, ditambah dengan materi budi pekerti, sehingga namanya menjadi
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti. Jumlah jam belajar juga ditambah. Pada
jenjang sekolah dasar (SD), yang semula dua jam ditambah menjadi empat jam
pelajaran.Sementara pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah
menengah atas (SMA), menjadi tiga jam dari semula dua jam pelajaran. Upaya
tersebut bisa maksimal jika disertai dengan metode pembelajaran yang bermutu
dan keteladanan dari guru.
- Mengurangi beban guru dalam hal
penyusunan RPP dan Silabus
Upaya untuk memaksimalkan potensi guru dalam
menyampaikan pelajaran kepada siswa, di kurikulum 2013 adalah guru tidak lagi
dibebani untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Silabus.
Tugas tersebut diambil alih oleh pemerintah. Pengambilalihan tugas tersebut, kata
Mendikbud, bukan untuk memotong kreativitas guru karena silabus yang dirancang pemerintah merupakan satuan minimal yang
masih bisa dikembangkan oleh masing-masing guru. Guru-guru sebaiknya bisa
mengembangkan kreatifitas dan mengembangkan intuisi siswa tidak menjadi robot