Minggu, 19 Mei 2013


Sejarah Singkat Teorema Pythagoras

Teorema Pythagoras” dinamakan oleh ahli matematika Yunani kuno yaitu Pythagoras, yang dianggap sebagai orang yang pertama kali memberikan bukti teorema ini. Akan tetapi, banyak orang yang percaya bahwa terdapat hubungan khusus antara sisi dari sebuah segi tiga siku-siku jauh sebelum Pythagoras menemukannya.
Teorema Pythagoras memainkan peran yang sangat signifikan dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan matematika. Misalnya, untuk membentuk dasar trigonometri dan bentuk aritmatika, di mana bentuk ini menggabungkan geometri dan aljabar. Teorema ini adalah sebuah hubungan dalam Geometri Euclides di antara tiga sisi dari segi tiga siku-siku. Hal ini menyatakan bahwa ‘Jumlah dari persegi yang dibentuk dari panjang dua sisi siku-sikunya akan sama dengan jumlah persegi yang dibentuk dari panjang hipotenusa-nya’.
Secara matematis, teorema ini biasanya biasanya ditulis sebagai : a2 + b2 = c2 , di mana a dan b mewakili panjang dari dua sisi lain dari segitiga siku-siku dan c mewakili panjang dari hipotenusanya (sisi miring).
Sejarah
Sejarah dari Teorema Pythagoras dapat dibagi sebagai berikut:
1. pengetahuan dari Triple Pythagoras,
2. hubungan antara sisi-sisi dari segitiga siku-siku dan sudut-sudut yang berdekatan, 3. bukti dari teorema.
Sekitar 4000 tahun yang lalu, orang Babilonia dan orang Cina telah menyadari fakta bahwa sebuah segitiga dengan panjang sisi 3, 4, dan 5 harus merupakan segitiga siku-siku. Mereka menggunakan konsep ini untuk membangun sudut siku-siku dan merancang segitiga siku-siku dengan membagi panjang tali ke dalam 12 bagian yang sama, seperti sisi pertama pada segitiga adalah 3, sisi kedua adalah 4, dan sisi ketiga adalah 5 satuan panjang.
Sekitar 2500 tahun SM, Monumen Megalithic di Mesir dan Eropa Utara terdapat susunan segitiga siku-siku dengan panjang sisi yang bulat. Bartel Leendert van der Waerden meng-hipotesis-kan bahwa Tripel Pythagoras diidentifikasi secara aljabar. Selama pemerintahan Hammurabi the Great (1790 – 1750 SM), tablet Plimpton Mesopotamian 32 terdiri dari banyak tulisan yang terkait dengan Tripel Pythagoras. Di India (Abad ke-8 sampai ke-2 sebelum masehi), terdapat Baudhayana Sulba Sutra yang terdiri dari daftar Tripel Pythagoras yaitu pernyataan dari dalil dan bukti geometris dari teorema untuk segitiga siku-siku sama kaki.
Pythagoras (569-475 SM) menggunakan metode aljabar untuk membangun Tripel Pythagoras. Menurut Sir Thomas L. Heath, tidak ada penentuan sebab dari teorema ini selama hampir lima abad setelah Pythagoras menuliskan teorema ini. Namun, penulis seperti Plutarch dan Cicero mengatributkan teorema ke Pythagoras sampai atribusi tersebut diterima dan dikenal secara luas. Pada 400 SM, Plato mendirikan sebuah metode untuk mencari Tripel Pythagoras yang baik dipadukan dengan aljabar and geometri. Sekitar 300 SM, elemen Euclid (bukti aksiomatis yang tertua) menyajikan teorema tersebut. Teks Cina Chou Pei Suan Ching yang ditulis antara 500 SM sampai 200 sesudah masehi memiliki bukti visual dari Teorema Pythagoras atau disebut dengan “Gougu Theorem” (sebagaimana diketahui di Cina) untuk segitiga berukuran 3, 4, dan 5. Selama Dinasti Han (202 SM – 220 M), Tripel Pythagoras muncul di Sembilan Bab pada Seni Mathematika seiring dengan sebutan segitiga siku-siku. Rekaman pertama menggunakan teorema berada di Cina sebagai ‘theorem Gougu’, dan di India dinamakan “Bhaskara theorem”.
Namun, hal ini belum dikonfirmasi apakah Pythagoras adalah orang pertama yang menemukan hubungan antara sisi dari segitiga siku-siku, karena tidak ada teks yang ditulis olehnya yang ditemukan. Walaupun demikian, nama Pythagoras telah dipercaya untuk menjadi nama yang sesuai untuk teorema ini.

Referensi : buzzle.com

10 KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI DLM PROBLEM SOLVING MATEMATIKA



10 KOMPETENSI YANG HARUS  DIMILIKI DLM PROBLEM SOLVING MATEMATIKA adalah sebagai berikut : 

1.   Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika.
2.    Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan dan analogi.
3.    Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar.
4.    Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan.
5.    Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa.
6.    Kemampuan untuk memvisualisasi dana menginterpretasi kuantitas atau ruang.
7.    Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh.
8.    Kemampuan untuk berganti metode yang telah diketahui.
9.    Mempunyai keberanian diri yang cukup dan merasa senang terhadap materinya.
10.  Kesabaran dan ketelitian dalam memecahkan setiap persoalan yang dihadapi .

         POSTER RUMUS MATEMATIKA 

         ( Pangkat , akar , log , fungsi dan       persamaan kuadrat , Geometri )




POSTER RUMUS MATEMATIKA  ( Turunan , Limit , Integral )




SEJARAH PERKEMBANGAN MATEMATIKA DI MASA LALU
Muhammad bin Musa Al Khawarizmi

Dunia Barat boleh mengklaim bahwa mereka adalah kawasan sumber ilmu pengetahuan. Namun sejatinya, yang menjadi Gudang Ilmu Pengetahuan adalah kawasan Timur Tengah (kawasan Arab maksudnya, bukan Jawa Timur-Jawa Tengah). Mesopotamia, peradaban tertua dunia ada di kawasan ini juga.

Masyarakat dunia sangat mengenal Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar. Namun, dibalik kedigdayaan Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar ternyata hasil pemikirannya sangat dipengaruhi oleh ilmuwan Muslim bernama Muhammad bin Musa Al Khawarizmi. Dia adalah seorang tokoh yang dilahirkan di Khiva (Iraq) pada tahun 780. Jika kaum terpelajar lebih mengenal para ahli matematika Eropa, maka kaum biasa juga mengenal ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan para ahli matematika tersebut.

Selain ahli dalam matematika al-Khawarizmi, yang kemudian menetap di Qutrubulli (sebalah barat Bagdad), juga seorang ahli geografi, sejarah dan juga musik. Karya-karyanya dalam bidang matematika dimaktub dalam Kitabul Jama wat Tafriq dan Hisab al-Jabar wal Muqabla. Inilah yang menjadi rujukan para ilmuwan Eropa termasuk Leonardo Fibonacce serta Jacob Florence.

Muhammad bin Musa Al Khawarizmi inilah yang menemukan angka 0 (nol) yang hingga kini dipergunakan. Apa jadinya coba jika angka 0 (nol) tidak ditemukan coba? Selain itu, dia juga berjasa dalam ilmu ukur sudut melalui fungsi sinus dan tanget, persamaan linear dan kuadrat serta kalkulasi integrasi (kalkulus integral). Tabel ukur sudutnya (Tabel Sinus dan Tangent) adalah yang menjadi rujukan tabel ukur sudut saat ini.

al-Khawarizmi juga seorang ahli ilmu bumi. Karyanya Kitab Surat Al Ard menggambarkan secara detail bagian-bagian bumi. CA Nallino, penterjemah karya al-Khawarizmi ke dalam bahasa Latin, menegaskan bahwa tak ada seorang Eropa pun yang dapat menghasilkan karya seperti al-Khawarizmi ini.

Minggu, 05 Mei 2013


REFLEKSI TATAPMUKA MENJAWAB PERTANYAAN
(Rabu, 24 April 2013)
BELAJAR DAN ATTITUDE FILSAFAT
Oleh : Prof. Marsigit

Pengertian “ADA atau YANG MUNGKIN ADA” menurut filsafat setidaknya dalam pikiran manusia. Artinya siswa dianggap ada atau mungkin ada ketika siswa berfikir. Dianggap siswa ada ketika mengerjakan tugas, dan hasil pengerjaan siswa sebagai pengada dari siswa itu sendiri.
Cara belajar anak berbeda-beda menurut tingkatan usianya, contohnya anak balita akan belajar dengan memahami lingkungan sekitarnya. Dan perlu diingat bahwa manusia belajar itu apapun, kapanpun dan dimanapun.
Manusia dalam  pemahaman tentang pengertian “ADA atau YANG MUNGKIN ADA” menurut filsafat ada 3 aspek yaitu :
1.        Ontology
Ontology adalah pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam memahami hakekat pengetahuan.
Contohnya :
a.       Objek apakah yang ditelaah?
b.      Apakah objeknya itu ada?
c.       Dapatkah objek itu kita pahami dengan indra kita?
d.      Bagaimanakah menelusuri objek itu?
e.       Seperti apakah wujud dari objek itu?
f.       Dapatkah objek itu ditarik kesimpulan?

2.        Epistimologi
Epistimologi adalah cara penjelasan mengenai metoda atau prosedur yang digunakan dalam memperoleh pengetahuan.
Contoh
a.       Dengan apakah pengetahuan itu didapat?
b.      Adakah hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan
3.        Aksiologi
Aksiologi merupakan pengetahuan yang membahas tentang norma-norma atau nilai moral dalam menjawab suatu pertanyaan.
Contoh
Perilaku bagaimanakah seharusnya dalam menjawab pertanyaan?
Kaidah manakah yang seharusnya digunakan dalam menjawab pertanyaan agar sesuai dengan profesionalisasinya?

Pengertian “ADA atau YANG MUNGKIN ADA” diperkuat oleh pendapat-pendapat filusuf dengan aliran-alirannya, antara lain :
a.         Rene Descartes (1596-1650 M) dengan aliran  rasionalisme yang berpendapat bahwa sesuatu ada jika dapat dipikirkan yang terkenal dengan “cogito ergo sum” (aku berpikir maka aku ada).
b.        David Hume (1711-1776 M), dengan aliran Empirisme yang berpendapat bahwa pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.
c.          Plato (427-374 SM) murid Socrates, dengan aliran Idealisme yang berpendapat bahwa yang nyata hanyalah dunia idea sedangkan alam adalah gambaran dari dunia ide.
d.        Gustave Flaubert (1821-1889 M), dengan aliran Realisme yang berpendapat bahwa  pengetahuan diperoleh dari ide dan pengalaman. Dari tokoh inilah yang melahirkan banyak filsafat.
e.         Auguste de Comte, dengan aliran Positivisme yang berpendapat bahwa pengetahuan berdasar atas bukti empiris dan pengalaman(observasi).
Belajar adalah usaha memahami segala hal dengan baik dan benar. Dalam belajar pastilah mengalami kesulitan dan kebingungan maka sipembelajar dengan ikhlas, haruslah banyak-banyak membaca, membaca dan membaca untuk selanjutnya direfleksikan. Dalam belajar sering terjadi kita harus memilih, maka pilihlah yang lebih urgen, karena hakekatnya memilihitu adalah abstrak.
Hal lain dalam pergaulan bermasyarakat, senatiasa kita harus menggunakan memilih perasaan hati yang bijak, bukan suasana pikiran. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat menggunakan kultur budaya yang memberlakukan etik, estetika dan sopan santun yang perlu dijunjung tinggi.
Filsafat datang dan pergi, tidak dengan tiba-tiba.
Penyakit filsafat adalah diskrit.
Dalam segala hal, marilah kita pahami sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dengan batasan ruang dan waktu dengan berpedoman spiritual, dimana spiritualah yang paling tinggi hakekatnya.
Tokoh-tokoh matematika:
1.        Hilbord, berpendapat matematika adalah tunggal
2.        Godel murid Hilbord, berpendapat matematika adalah tidak tunggal
3.        Prof . Ir RMJT Suhakso, berpendapat matematika adalah multiface jadi matematika bisa opened, closed dan opened and closed, serta matematika diibaratkan wanita cantik .
Demikian refleksi yang dapat kami tulis, semoga akan berguna dan mendapat manfaat. Terima kasih.

Rabu, 01 Mei 2013


MENGENAL FILSAFAT MELALUI SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU DAN ALIRAN-ALIRANNYA

MENGENAL FILSAFAT MELALUI
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT  ILMU
DAN
ALIRAN-ALIRANNYA
Dosen Filsafat : DR. Marsigit, MA



A.           Awal sejarah Filsafat Ilmu
Berbicara asal muasal filsafat tentu tidak akan lepas dari filsafat Yunani Kuno dan aliran yang dianutnya, dimana  perkembangan Filsafat dimulai dari Yunani dan filsafat yang tertua juga dari Yunani. Tidak lain dan tidak bukan termasuk filsafat Ilmu juga demikian. Pemikiran manusianya yang tertata, dibanding  bangsa lain pada masa itu, oleh karenanya kiblat ilmupun berasal dari kota itu.
Pendapat-pendapat para sophist :
1.             Gorgias seorang sophist berpendapat bahwa tidak ada yang benar-benar wujud, karena jika sesuatu ada tidak dapat diketahui dan jika ilmu nisbi tidak dapat dikomuikasikan. Hal ini berarti menyangkal kebenaran yang nisbi
2.             Protogoras berpendapat bahwa tidak ada satu pendapat pun yang benar dari yang lain, karena setiap pendapat hanyalah sebuah penilaian yang berakar dari pengalaman yang dilaluinya. Hal ini menyangkal kebenaran tunggal.
Keraguan tentang kebenaran tercermin dalam konteks ini, namun pendapat ilmuwan terdahulu tidak selamanya tepat, oleh karenanya :
1.             Plato murid Socrates mengikuti alur gurunya menjawab keraguan  para sophist dengan mempostulatkan keberadaan alam semesta tetap dan bentuk-bentuknya yang invisible, atau ide-ide, yang melaluinya ilmu pasti dan eksak dapat untuk menjawab keraguan, dimana benda-benda yang dilihat dan diraba kopion-kopion yang tidak sempurna dari bentuk-bentuk yang sempurna yang dapat dikaji oleh ilmu matematika dan filsafat. Konsep imitasi benda atau sesuatu menjadi ide sentral luar biasa, oleh karenanya kesimpulan mereka bahwa kontemplasi pilsuf tentang bentuk-bentuk dunia ghaib merupakan tujuan tertinggi kehidupan manusia.
2.             Aristoteles  berpendapat ihwal ilmu abstrak adalah ilmu yang superior atas ilmu lain, tapi tidak setuju dengan metode pencapaianya. Hampir seluruh ilmu berasal dari pengalaman. Ilmu yang diraih secara langsung dengan mengabstraksikan cirri-ciri khusus dari setiap spesies maupun secara tidak langsung dengan mededuksi kenyataan- kenyataan baru dari apa yang telah diketahui melalui logika.
3.             Mazhab Epicurian dan stoic sepakat dengan Aristoteles bahwa ilmu berasal dari sumber indera- persepsi, tetapi menolak gagasan dari Plato dan Aristoteles yang memiliki pandangan bahwa filsafat harus dinilai sebagai bimbingan praktis untuk menjalani hidup.
Filsafat ilmu mulai berkembag pesat pada abad ke-20 akan tetapi oleh France Bacon dengan metode induksi sudah dilaksanakan pada abad ke -19 oleh karenanya   France Bacon dikenal dengan peletak dasar filsafat ilmu khasanah bidang filsafat secara umum.  Peran dan fungsi filsafat mulai pengendapan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat berjala terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosuf seperti landasan ontology, epistemology, dan aksiologi yang cenderung berjalan sendiri- sendiri, yang mengancam keberadaan manusia. Maka kehadiran filsafat ilmu sebagai upaya meletakan kembali peran dan fungsi  iptek sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri  dan menaruh perhatian khusus terhadap kebahagiaan manusia. 
Dengan dasar kurangnya ketertarikan dalam ilmu rasional dan saintifik, Aquinas(filsuf skolastik) dan beberapa filsuf abad pertengahan berusaha membantu mengembangkan konfidensi terhadap rasio dan pengalaman, menggabungkan metode-metode rasional dengan iman dalam sebuah keyakinan integral. Aquinas, seperti Aristoteles, persepsi merupakanstarting-point dan logika merupakan prosedur intelektual menuju ilmu reliable sebagai tabiat sedang iman dan skriptual merupakan narasumber.
Perkembangan ilmu, struktur fundamental dipahami sebagai kerangka paradigma keilmuwan(asumsi filsuf) dimana dapat dilihat konsistensi kerja konsep-konsep atau teori-teori ilmuwan. Paradigma keilmuwan dan teori ilmuwan adalah dua hal yang mendasari ujian atas konsistensi proses keilmuwan. Penelitian keilmuwan merupakan usaha terus-menerus menafsirkan dan memahami seluk beluk alam melalui kerangka kerja teoretik yang telah disusun ilmuwan terdahulunya. Kerangka kerja teoritik merupakan peran penting dalam menentukan suatu masalah. Penekanan penelitian yang terus menerus merupakan tema-tema penting dalam filsafat ilmu baru sehingga analisis struktur logika dan teori-teori yang telah mapan dan sempurna tidak lagi menarik dibanding usaha-usaha untuk memahami basis-basis rasionalal dari penemuan-penemuan ilmia dan perubahan-perubahan teori jadi berfikir yang dilandasi teori, keraguan, logika dan rasionalitas adalah sebuah gema filsafat ilmu.
B.            Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu perkembanganya dipengaruhi oleh lingkungan religious dan pengaruh religius ini yang digunakan untuk mengemukakan kebenaran ilmiah. Pengaruh religius ini berasal dari barat, india, cina dan islam dengan melalui tahapan-tahapan :
a.         Filsafat ilmu barat (600 SM – dewasa ini), tahapanya adalah zaman kuno, zaman pertengahan dan zaman modern.
b.        Filsafat ilmu india (sekitar 2000 SM – dewasa ini), tahapannya adalah bagaimana manusia bias berteman dengan dunia. 
c.         Filsafat ilmu cina (sekitar 600 SM – dewasa ini), tahapannya adalah zaman kuno, zaman pembauran, zaman neokonfusioniusme dan zaman modern. Filsafat ilmu cina dikenal dengan sebutan periode weda, biracarita, sutra-sutra dan skolastik.
d.        filsafat ilmu Islam hanya da dua periode, yaitu : periode mutakalimin dan filsafat ilmu Islam.   
Ciri khas, periode perkembangan ilmu yaitu :
1)        Zaman Pra Yunani Kuno(zaman batu) yaitu zaman dimana Yunani mulai ada filsafat (abad VI).
2)        Zaman Yunani Kuno
3)        Zaman Keemasan Yunani, yaitu zaman Yunani Kuno sebagai zaman keemasan filsafat, dimana pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya.
4)        Zaman Helistis Romawi. Pada masa ini, masa munculnya beberapa aliran yaitu:
a.    stoisisme, aliran ini menganggap jagad raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut logos.  
b.    epikurisme, segala-galanya terdiri dari atom-atom,
c.    skepisisme, bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran,
d.   eklektisisme, suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh,
e.    neoplatoisme, yakni aliran yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato;
5)         Zaman Abad Pertengahan yang terdiri dari 2 periode, yaitu :
(a)   periode patriksis; mengalami 2 tahap :
(i) permulaan agama Kristen
Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama kristen memantapkan diri, memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
(ii) filsafat Agustinus; yang terkenal pada masa patristik, Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.
Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan” untuk dogma agama.
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215),Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh­tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430).
 (b) periode skolastik; menjadi 3 tahap yakni :
-    periode skolastik awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat,
-    periode skolastik puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”.
-    periode skolastik akhir, ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme;
6)        Zaman Renaissance, Jembatan antara Abad pertengahan dan Jaman Modern adalah jaman “Renesanse”, periode sekitar 1400-1600. Filsuf-filsuf penting dari jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561- 1626). Zaman Renaissance, zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi kebudayaan modern. Pada zaman ini(renesanse) mengalami pembahuruan yang sangat bermakna yaitu “antroposentrisme” Artinya pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani Kuno, atau Tuhansebagaimana dalam Abad Pertengahan, zaman manusa merindukan pemikiran yang bebas, dimana manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan Illahi.

7)        Zaman Modern, zaman ditandai berbagai penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman renaissance;
8)        Zaman Kontemporer (Abad XX dan seterusnya).
Perkembangan filsafat ilmu, antara antologi, epistemologi, dan aksiologi sering tidak seiring. Filsafat tentang ilmu pengetahuan (epistemologi), ilmu yang mempelajari sejarah ilmu pengetahuan yang berfungsi mengetahui tahap-tahap perkembangannya. Tahap-tahap atau periode-periode perkembangan ilmu pengetahuan:
a.         Pertama, (abad 4 sebelum Masehi); Perintisan “Ilmu pengetahuan”. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongen-dongen ke analisis rasional. Contoh mitos adalah adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa artinya kejadian-kejadian dunia dipengaruhi oleh faktor luar(eksternal), dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa, dunia dianggap abstrak. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi  logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Kejadian-kejadian dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Kejadian-kejadian yang terjadi dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Aristoteles( tokoh rasional) persepsi tentang dunia adalah sebagai berikut : dunia adalah antologis atau ada (eksis). Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hierarki substansi-substansi, substansi adalah sesuatu yang mandiri. Aristoteles cara berpikirannya berifat ontologis rasional, Awal dari perintisan “ Ilmu Pengetahuan” menurut Aristoteles sebagai berikut :
(1)     Pengenalan.
Yang dimunculkan dalam berpikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tantang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau pa yang berada di balik fenomena). Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan, yaitu :
(a)   pengenalan indrawi yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang konkret  dari suatu benda;
(b)   pengenalan rasional,  pengenalan rasional dapat mencapai hakikat sesuatu, melalui jalan abstraksi.
(2)     Metode.
Menurut Aristoteles, “Ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang  prinsip-prinsipatau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan “ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teoridan metode.
Menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu :
(1)   induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum (pengetahuan universal);
(2)   deduksi (silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
b.        Kedua, periode abad 17 sesudah Masehi. Pada perode ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Contohnya Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis  yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif  atau  matematis.
Abad 17 cara berpikir elemen-elemen yang merupakan kesatuan sistem yang terdapat pada suatu benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model  yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Pada abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta di satu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi.
Tokoh-tokoh pada abad 17, antara lain :
1.    Rene Descartes (1959-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasi pemeriksaan rasio. Pengamatan merupakan hasil kerja dari indra (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan karena keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi.
2.    Immanuel Kant (1974-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu  bukan merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil kontsturuksi oleh rasio. Pandangan Immanuel Kant berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori (Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Sehingga menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Perlu diingat bahwa Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti usnur-unsur yang berasal dari pengalaman.
C.           Aliran Filsafat Ilmu
Dari waktu ke waktu filsafat ilmu melahirkan sekian banyak aliran pemikiran.. Berbagai aliran filsafat ilmu, memiliki kelebihan masing-masing. Tugas ilmuwan sesungguhnya adalah mengikuti aliran itu secara konsisten, hingga tidak tumpang tindih dalam mencari keberanan. Berikut beberapa aliran yang sudah cukup baku dalam filsafat:
1.             Rasionalisme adalah mazhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala pengetahuan, dimana kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, adalah mengeksporasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia. Akal yang menjadi dasar keilmuan. Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika(rasionalisme kontinental).
Tokoh-tokoh rasionalisme di antaranya adalah :
a.         Socrates pada jaman Yunani Kuno, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio.
Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filsuf di antaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Tokoh-tokoh rasionalisme anatara lain :
b.        Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio.
c.         Baruch Spinoza secara lebih berani bahkan mengatakan :”God exists only philosophically” (Calhoun, 2002). Paham ini sering mendewakan akal, sebagai tonggak penemuan kebenaran.
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.
2.             Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002). Aliran empirisme pendukung utama lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan dan merupakan fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial berbeda dengan ilmu alam.
3.             Realisme, berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman indrawi ataupun gagasan yang dikembangkan dari internal. Aliran realisme merupakan bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dua hal, yaitu (1) observasi dan (2) pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan.
          Ide-ide kaum realis sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai “methodenstreid” (Calhoun, 2002). Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argumen-argumen terhadap status ilmu pengetahuan spekultif yang diklaim oleh tradisi empiris.
4.             Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman indrawi.
Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealisme radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aristoteles  menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik. Ilmu pengetahuan modern niscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman adalah merupakan sebuah tradisi filsufi. Tokoh pemikiran idealis yang termashur salah satunya adalah Immanuel Kant. Immanuel Kant dalam karya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing.Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri. Gagasan Kant yang terkenal adalah idealisme transedental. Dalam konsepnya Kant beragumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh fenomenal tapi juga noumenal, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia. Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan “kesadaran mental” Kant maupun bukti-bukti material dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep “Spirit-sebuah” konsep yang integral dengan kelahiran tradisi “idealisme absolut”.
Jadi gagasan-gagasan pemikiran filsafat idealisme dibangun oleh Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang menganut paham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian. Tokoh-tokoh yang menbangun fondasi filsafat politik modern antara lain John Rawls yang menulis tentang teori keadilan dan Habermas (1987) dengan buah karyanya “Communication action”. Karya Habermas inilah menjadikan dirinya tokoh idealis yang mengoreksi idealisme konvensional. Pendapat kaum idealis konvensional, kenyataan sejarah merupakan determinisme sejarah yang statis dan tidak dapat ditolak. Lain halnya dengan Habermas, kenyataan sejarah adalah hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Yang berarti, Habermas memposisikan manusia menjadi subjek aktif dalam praktik-praktik politik dan dalam membangun institusi-institusi sosial.
5.             Positivisme aliran yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comtepemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2)Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Auguste Comte, mengembangkan metode keilmuannya yang khas dengan memadukan dalamnya unsur observasi, eksperimentasi, dan metode sejarah. Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subjektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia adalah merupakan salah satu bagian dari tradisi positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filsuf yang menamakan dirinya “Lingkaran Vienna” (alhoun, 2002) pada awal abad kedua puluh. Tradisi dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang didasarkan pada deduksi logis dari pada induksi empiris. Tradisi positivisme,  kerangka pengembangan ilmunya menimbulkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Sebab dalam penelitian sosial, menggunakan menggunakan fakta-fakta yang kaku. Menurut para oponen positivisme, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direkduksi ke dalam kuantifikasi angka yang bisa diverifikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif  (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk diverifikasi secara empiris. Positivisme menganut pendekatan etik, karenanya berseberangan dengan empirisme. Positivisme banyak menggukan teori-teori, yang tidak begitu memerhatikan rajutan interaksi empiris. Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K, Fyerabend, W.V.O. Quine, and filsuf lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuat jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisis statistik.
6.             Pragmatisme adalah mazhab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh D.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme beragumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalakan ilmu pengetahuan transendental dan menggantikannya dengan aktivitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mazhab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan. Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (Calhoun, 2002), misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktik dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang memopulerkan pragmatisme, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsikebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti : kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktik-praktik berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang pragmatis dalam pendidikan misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpkir kritis dari pada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktik demokrasi. Dalam kondisi ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi. Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-konsep dan pikiran lama.
Namun perlu diperhatikan pula bahwa walaupun masing-masing aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran filsafat ilmu saling berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis. Disamping itu semua filsafat ilmu memberikan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya pemikiran ilmu pengetahuan modern.



DAFTAR PUSTAKA :
Endraswara Suwardi, 2012, Filsafat Ilmu, CAPS, Yogyakarta. 

Adib Muhammad, 2010, Filsafat Ilmu, pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Suriasumantri, J.S., 1995, Ilmu dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

The Liang Gie, 1996, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta.
Keraf Gorys, 1992, Argumentasi dan Narasi, Gramedia, Jakarta,