MENGENAL FILSAFAT MELALUI SEJARAH PERKEMBANGAN
FILSAFAT ILMU DAN ALIRAN-ALIRANNYA
MENGENAL FILSAFAT MELALUI
SEJARAH PERKEMBANGAN
FILSAFAT ILMU
DAN
ALIRAN-ALIRANNYA
Dosen Filsafat : DR. Marsigit, MA
A. Awal sejarah
Filsafat Ilmu
Berbicara asal muasal filsafat tentu
tidak akan lepas dari filsafat Yunani Kuno dan aliran yang dianutnya,
dimana perkembangan Filsafat dimulai dari Yunani dan filsafat yang
tertua juga dari Yunani. Tidak lain
dan tidak bukan termasuk filsafat Ilmu juga demikian. Pemikiran manusianya yang
tertata, dibanding bangsa lain pada masa itu, oleh karenanya kiblat
ilmupun berasal dari kota itu.
Pendapat-pendapat para sophist :
1. Gorgias seorang
sophist berpendapat bahwa tidak ada yang benar-benar wujud, karena jika sesuatu
ada tidak dapat diketahui dan jika ilmu nisbi tidak dapat
dikomuikasikan. Hal ini berarti menyangkal kebenaran yang nisbi
2. Protogoras
berpendapat bahwa tidak ada satu pendapat pun yang benar dari yang lain, karena
setiap pendapat hanyalah sebuah penilaian yang berakar dari pengalaman yang
dilaluinya. Hal ini menyangkal kebenaran tunggal.
Keraguan tentang kebenaran tercermin dalam konteks ini, namun pendapat
ilmuwan terdahulu tidak selamanya tepat, oleh karenanya :
1. Plato murid
Socrates mengikuti alur gurunya menjawab keraguan para sophist
dengan mempostulatkan keberadaan alam semesta tetap dan bentuk-bentuknya
yang invisible, atau ide-ide, yang melaluinya ilmu pasti dan eksak
dapat untuk menjawab keraguan, dimana benda-benda yang dilihat dan diraba
kopion-kopion yang tidak sempurna dari bentuk-bentuk yang sempurna yang dapat
dikaji oleh ilmu matematika dan filsafat. Konsep imitasi benda atau sesuatu
menjadi ide sentral luar biasa, oleh karenanya kesimpulan mereka bahwa
kontemplasi pilsuf tentang bentuk-bentuk dunia ghaib merupakan tujuan tertinggi
kehidupan manusia.
2. Aristoteles berpendapat
ihwal ilmu abstrak adalah ilmu yang superior atas ilmu lain, tapi tidak setuju
dengan metode pencapaianya. Hampir seluruh ilmu berasal dari pengalaman. Ilmu
yang diraih secara langsung dengan mengabstraksikan cirri-ciri khusus dari
setiap spesies maupun secara tidak langsung dengan mededuksi kenyataan-
kenyataan baru dari apa yang telah diketahui melalui logika.
3. Mazhab Epicurian
dan stoic sepakat dengan Aristoteles bahwa ilmu berasal dari sumber indera-
persepsi, tetapi menolak gagasan dari Plato dan Aristoteles yang memiliki
pandangan bahwa filsafat harus dinilai sebagai bimbingan praktis untuk menjalani
hidup.
Filsafat ilmu mulai berkembag pesat pada abad ke-20 akan tetapi oleh France
Bacon dengan metode induksi sudah dilaksanakan pada abad ke -19 oleh
karenanya France Bacon dikenal dengan peletak dasar filsafat
ilmu khasanah bidang filsafat secara umum. Peran dan fungsi filsafat
mulai pengendapan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat
berjala terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosuf seperti landasan ontology,
epistemology, dan aksiologi yang cenderung berjalan sendiri- sendiri, yang
mengancam keberadaan manusia. Maka kehadiran filsafat ilmu sebagai upaya
meletakan kembali peran dan fungsi iptek sesuai dengan tujuan
semula, yakni mendasarkan diri dan menaruh perhatian khusus terhadap
kebahagiaan manusia.
Dengan dasar kurangnya ketertarikan dalam ilmu rasional dan saintifik,
Aquinas(filsuf skolastik) dan beberapa filsuf abad pertengahan berusaha
membantu mengembangkan konfidensi terhadap rasio dan pengalaman, menggabungkan
metode-metode rasional dengan iman dalam sebuah keyakinan integral. Aquinas,
seperti Aristoteles, persepsi merupakanstarting-point dan logika
merupakan prosedur intelektual menuju ilmu reliable sebagai
tabiat sedang iman dan skriptual merupakan narasumber.
Perkembangan ilmu, struktur fundamental dipahami sebagai kerangka paradigma
keilmuwan(asumsi filsuf) dimana dapat dilihat konsistensi kerja konsep-konsep
atau teori-teori ilmuwan. Paradigma keilmuwan dan teori ilmuwan adalah dua hal
yang mendasari ujian atas konsistensi proses keilmuwan. Penelitian keilmuwan merupakan
usaha terus-menerus menafsirkan dan memahami seluk beluk alam melalui kerangka
kerja teoretik yang telah disusun ilmuwan terdahulunya. Kerangka kerja teoritik
merupakan peran penting dalam menentukan suatu masalah. Penekanan penelitian
yang terus menerus merupakan tema-tema penting dalam filsafat ilmu baru
sehingga analisis struktur logika dan teori-teori yang telah mapan dan sempurna
tidak lagi menarik dibanding usaha-usaha untuk memahami basis-basis rasionalal
dari penemuan-penemuan ilmia dan perubahan-perubahan teori jadi berfikir yang
dilandasi teori, keraguan, logika dan rasionalitas adalah sebuah gema filsafat
ilmu.
B. Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu perkembanganya dipengaruhi oleh lingkungan religious dan pengaruh
religius ini yang digunakan untuk mengemukakan kebenaran ilmiah. Pengaruh
religius ini berasal dari barat,
india, cina dan islam dengan melalui tahapan-tahapan
:
a. Filsafat ilmu barat (600 SM – dewasa ini), tahapanya adalah zaman kuno, zaman pertengahan dan zaman modern.
b. Filsafat ilmu
india (sekitar 2000 SM – dewasa ini), tahapannya adalah bagaimana manusia bias berteman dengan dunia.
c. Filsafat ilmu
cina (sekitar 600 SM – dewasa ini), tahapannya adalah zaman kuno, zaman pembauran, zaman neokonfusioniusme dan
zaman modern. Filsafat ilmu cina dikenal dengan sebutan periode weda,
biracarita, sutra-sutra dan skolastik.
d. filsafat ilmu Islam hanya da dua periode, yaitu :
periode mutakalimin dan filsafat ilmu Islam.
Ciri khas, periode perkembangan ilmu yaitu :
1) Zaman Pra Yunani Kuno(zaman batu) yaitu zaman dimana Yunani mulai ada
filsafat (abad VI).
2) Zaman Yunani Kuno
3) Zaman Keemasan Yunani, yaitu zaman Yunani Kuno sebagai zaman keemasan
filsafat, dimana pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide
atau pendapatnya.
4) Zaman Helistis Romawi. Pada masa ini, masa munculnya beberapa aliran yaitu:
a. stoisisme, aliran ini menganggap jagad raya ditentukan oleh kuasa-kuasa
yang disebut logos.
b. epikurisme, segala-galanya terdiri dari atom-atom,
c. skepisisme, bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran,
d. eklektisisme, suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat dari
aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang
sungguh-sungguh,
e. neoplatoisme, yakni aliran yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato;
5) Zaman Abad Pertengahan yang terdiri dari 2 periode, yaitu :
(a) periode patriksis; mengalami 2 tahap :
(i) permulaan agama Kristen
Setelah
mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama
kristen memantapkan diri, memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
(ii) filsafat Agustinus; yang terkenal pada masa patristik, Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu
keseluruhan.
Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah
falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia.
Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat
dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan” untuk dogma
agama.
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria
(150-215),Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390),
Basilius (330-379). Tokohtokoh dari Patristik Latin
antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan
Augustinus (354-430).
(b) periode skolastik; menjadi 3 tahap yakni :
- periode
skolastik awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan
yang rapat antara agama dan filsafat,
- periode
skolastik puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh aristoteles
akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh
Aristoteles demikian besar
sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles
dijuluki sebagai “Sang Komentator”.
- periode
skolastik akhir, ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah
nominalisme;
6) Zaman Renaissance, Jembatan antara Abad pertengahan dan Jaman Modern adalah jaman “Renesanse”, periode sekitar 1400-1600. Filsuf-filsuf penting
dari jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th.
More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561- 1626). Zaman
Renaissance, zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah
menjadi kebudayaan modern. Pada zaman ini(renesanse) mengalami pembahuruan yang
sangat bermakna yaitu “antroposentrisme”
Artinya pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani Kuno, atau Tuhansebagaimana
dalam Abad Pertengahan, zaman manusa merindukan pemikiran yang bebas,
dimana manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak
didasarkan atas campur tangan Illahi.
7) Zaman Modern, zaman ditandai berbagai penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman
renaissance;
8) Zaman Kontemporer (Abad XX dan seterusnya).
Perkembangan filsafat ilmu, antara
antologi, epistemologi, dan aksiologi sering tidak seiring. Filsafat tentang
ilmu pengetahuan (epistemologi), ilmu yang mempelajari sejarah ilmu pengetahuan
yang berfungsi mengetahui tahap-tahap perkembangannya. Tahap-tahap atau
periode-periode perkembangan ilmu pengetahuan:
a. Pertama, (abad 4 sebelum Masehi); Perintisan “Ilmu pengetahuan”. Abad 4 sebelum
Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke
persepsi logos, dari dongen-dongen ke analisis rasional. Contoh
mitos adalah adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa
artinya kejadian-kejadian dunia dipengaruhi oleh faktor luar(eksternal), dunia
hanya menumpang keberadaan dewa-dewa, dunia dianggap abstrak. Jadi pandangan
tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos adalah
pandangan yang bersifat rasional. Kejadian-kejadian dunia dianalisis dari
faktor-faktor dalam (internal). Kejadian-kejadian yang terjadi dianalisis
dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat.
Aristoteles( tokoh rasional) persepsi tentang dunia adalah sebagai berikut
: dunia adalah antologis atau ada (eksis). Menurut Aristoteles,
dunia merupakan substansi, dan ada hierarki substansi-substansi, substansi
adalah sesuatu yang mandiri. Aristoteles cara berpikirannya berifat ontologis
rasional, Awal dari perintisan “ Ilmu Pengetahuan” menurut Aristoteles
sebagai berikut :
(1) Pengenalan.
Yang dimunculkan dalam berpikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tantang
hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau pa
yang berada di balik fenomena). Menurut Aristoteles terdapat dua macam
pengenalan, yaitu :
(a) pengenalan indrawi
yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang konkret dari
suatu benda;
(b) pengenalan
rasional, pengenalan rasional dapat mencapai hakikat sesuatu,
melalui jalan abstraksi.
(2) Metode.
Menurut Aristoteles, “Ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsipatau hukum-hukum bukan
objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti
berargumentasi (reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan
“ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu
pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi
peningkatan kualitas teoridan metode.
Menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan” ada dua,
yaitu :
(1) induksi intuitif
yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum (pengetahuan universal);
(2) deduksi (silogisme)
yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
b. Kedua, periode abad 17 sesudah Masehi. Pada perode ini terjadi revolusi ilmu
pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Contohnya
Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya
bersifat analisis yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis.
Abad 17 cara berpikir elemen-elemen yang
merupakan kesatuan sistem yang terdapat pada suatu benda, jadi tidak
mempersoalkan hakikat. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu
model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi
suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya
laboratorium. Pada abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang
kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta di
satu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi.
Tokoh-tokoh pada abad 17, antara lain :
1. Rene Descartes (1959-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito
Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito
Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan.
Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan
tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasi pemeriksaan rasio.
Pengamatan merupakan hasil kerja dari indra (mata, telinga, hidung, dan lain
sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur. Untuk mencapai sesuatu yang pasti
menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui
sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui
keragu-raguan karena keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada
di samping materi.
2. Immanuel Kant (1974-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan
merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil kontsturuksi oleh
rasio. Pandangan Immanuel Kant berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia
merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan
unsur-unsur aposteriori (Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa
pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Sehingga menurut Kant
ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Perlu diingat bahwa Rasionalisme
mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang
terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur
aposteriori, berarti usnur-unsur yang berasal dari pengalaman.
C. Aliran Filsafat Ilmu
Dari waktu ke waktu filsafat ilmu
melahirkan sekian banyak aliran pemikiran.. Berbagai aliran filsafat ilmu,
memiliki kelebihan masing-masing. Tugas ilmuwan sesungguhnya adalah mengikuti
aliran itu secara konsisten, hingga tidak tumpang tindih dalam mencari
keberanan. Berikut beberapa aliran yang sudah cukup baku dalam filsafat:
1. Rasionalisme adalah mazhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio
adalah sumber dari segala pengetahuan, dimana kriteria kebenaran berbasis pada
intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, adalah
mengeksporasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia. Akal yang menjadi
dasar keilmuan. Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan
pengenalan metode matematika(rasionalisme kontinental).
Tokoh-tokoh rasionalisme di antaranya adalah :
a. Socrates pada jaman Yunani Kuno, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal
bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci
untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio.
Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filsuf di
antaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Tokoh-tokoh
rasionalisme anatara lain :
b. Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan
menggunakan rasio.
c. Baruch Spinoza secara lebih berani bahkan mengatakan :”God exists only
philosophically” (Calhoun, 2002). Paham ini sering mendewakan akal,
sebagai tonggak penemuan kebenaran.
Sumbangan rasionalisme tampak nyata
dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran
atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak
dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan
akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.
2. Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan
kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Aliran empirisme memiliki
sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh
ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu dengan penerapan metode ilmiah. Para
ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David
Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002). Aliran empirisme
pendukung utama lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah
untuk mengembangkan pengetahuan dan merupakan fundamen yang mengawali mata
rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial berbeda dengan ilmu alam.
3. Realisme, berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman
indrawi ataupun gagasan yang dikembangkan dari internal. Aliran realisme
merupakan bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme.
Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode
induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan
pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dua hal, yaitu (1) observasi
dan (2) pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan.
Ide-ide kaum
realis sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam
dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran
dan metodologi yang disebut sebagai “methodenstreid” (Calhoun, 2002).
Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat
kontemporer ilmu pengetahuan terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam
memberikan argumen-argumen terhadap status ilmu pengetahuan spekultif yang
diklaim oleh tradisi empiris.
4. Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin
tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran
manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran
manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman indrawi.
Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis
terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan
idealisme radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang
jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis.
Aristoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi
gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya
berdasarkan materi dan fisik. Ilmu pengetahuan modern niscayakan oleh kohesi
antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan
pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi
teori. Idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat
Pasca Pencerahan Jerman adalah merupakan sebuah tradisi filsufi. Tokoh
pemikiran idealis yang termashur salah satunya adalah Immanuel
Kant. Immanuel Kant dalam karya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781
yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing.Critique of
Pure Reason), memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Dalam
bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada
dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum
rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya
mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan
kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori)
sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni
(a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan
dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena
anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan
(impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil
sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran
manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang
terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam
secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu
sendiri. Gagasan Kant yang terkenal adalah idealisme transedental. Dalam
konsepnya Kant beragumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh
fenomenal tapi juga noumenal, yakni kesadaran transedental yang berada pada
pikiran manusia. Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel.
Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan
“kesadaran mental” Kant maupun bukti-bukti material dari kaum empiris.
Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep “Spirit-sebuah”
konsep yang integral dengan kelahiran tradisi “idealisme absolut”.
Jadi gagasan-gagasan pemikiran filsafat
idealisme dibangun oleh Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat
politik modern yang menganut paham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui
ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian.
Tokoh-tokoh yang menbangun fondasi filsafat politik modern antara lain John
Rawls yang menulis tentang teori keadilan dan Habermas (1987) dengan buah
karyanya “Communication action”. Karya Habermas inilah menjadikan dirinya tokoh
idealis yang mengoreksi idealisme konvensional. Pendapat kaum idealis
konvensional, kenyataan sejarah merupakan determinisme sejarah yang statis dan
tidak dapat ditolak. Lain halnya dengan Habermas, kenyataan sejarah adalah
hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Yang berarti, Habermas
memposisikan manusia menjadi subjek aktif dalam praktik-praktik politik dan
dalam membangun institusi-institusi sosial.
5. Positivisme aliran yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857).
Menurut Comtepemikiran manusia dapat dibagi
kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2)Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Auguste Comte,
mengembangkan metode keilmuannya yang khas dengan memadukan dalamnya unsur
observasi, eksperimentasi, dan metode sejarah. Positivisme adalah doktrin
filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman
dan bukti empris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian.
Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin
nilai subjektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode
ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan
manusia adalah merupakan salah satu bagian dari tradisi positivisme logis.
Positivisme ini dikembangkan oleh para filsuf yang menamakan dirinya “Lingkaran
Vienna” (alhoun, 2002) pada awal abad kedua puluh. Tradisi dari positivisme,
positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang didasarkan
pada deduksi logis dari pada induksi empiris. Tradisi positivisme, kerangka
pengembangan ilmunya menimbulkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan
sosial memang harus “diilmiahkan”. Sebab dalam penelitian sosial, menggunakan
menggunakan fakta-fakta yang kaku. Menurut para oponen positivisme, penelitian
dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat
begitu saja direkduksi ke dalam kuantifikasi angka yang bisa diverifikasi
karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat
kualitatif (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis
mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak
menemukan ketepatan karena sulitnya untuk diverifikasi secara empiris.
Positivisme menganut pendekatan etik, karenanya berseberangan dengan empirisme.
Positivisme banyak menggukan teori-teori, yang tidak begitu memerhatikan
rajutan interaksi empiris. Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam
mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K, Fyerabend, W.V.O.
Quine, and filsuf lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuat jalan bagi
penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi
etnografi sampai penggunaan analisis statistik.
6. Pragmatisme adalah mazhab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh D.S
Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan
Richard Rorty. Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis
yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas abstrak, sistematis dan
refleksi dari realitas. Pragmatisme beragumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah
meninggalakan ilmu pengetahuan transendental dan menggantikannya dengan
aktivitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mazhab
pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan
merupakan tujuan. Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil
jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (Calhoun, 2002),
misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktik dalam bentuk klarifikasi
gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media
dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian
disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang memopulerkan pragmatisme, lebih
tertarik dalam menghubungkan antara konsepsikebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti : kepercayaan dan nilai-nilai
kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis
dari praktik-praktik berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang pragmatis
dalam pendidikan misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpkir
kritis dari pada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme yang lain
adalah dalam praktik demokrasi. Dalam kondisi ini pragmatisme memfokuskan pada
kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.
Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat
dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan
konsep-konsep dan pikiran lama.
Namun perlu diperhatikan pula bahwa
walaupun masing-masing aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran
filsafat ilmu saling berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis.
Disamping itu semua filsafat ilmu memberikan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya
pemikiran ilmu pengetahuan modern.
DAFTAR PUSTAKA :
Endraswara Suwardi, 2012, Filsafat Ilmu, CAPS, Yogyakarta.
Adib Muhammad, 2010, Filsafat Ilmu, pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Suriasumantri, J.S., 1995, Ilmu dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
The Liang Gie, 1996, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta.
Keraf Gorys, 1992,
Argumentasi dan Narasi, Gramedia, Jakarta,